DUNIA KU DUNIA SAGARA

MY LIVE MY LOVE AND MY SOUL

October 30th, 2011

Daisypath - Personal pictureDaisypath Anniversary tickers

Thousand Years

Daisypath - Personal pictureDaisypath Anniversary tickers

My Precious Gift

Lilypie - Personal pictureLilypie Pregnancy tickers

Friday, January 25, 2013

Jika Aku Menjadi "Trip in Lusiduwawutun Village, Lembata NTT"




Hmm ini perjalanan gue ke Lembata Mei kemaren, bersamaan dengan perjalanan gue ke Lerahinga, Lamadale dan Ile Ape. Lusiduwawutun adalah desa terakhir yang harus gue kunjungi saat penelitian CSIS. 

Lusiduwawutun adalah desa yang terletak di kecamatan Nagawutung sebelah selatan Lembata. paling ujung Lembata.

Sudah 8 bulan yang lalu, gue ke desa ini. namun masih teringat jelas bagaimana kondisi desa, keramahan penduduknya, keindahan pantai selatannya, kebersihan dan kerapihan desanya. yang pasti desa Lusiduwutun ini memang jadi desa penutup yang paling indah. 


Perjalanan ke desa Lusiduwawutun menempuh waktu yang sangat lama, kami berangkat jam 8 sampai kecamatan jam 2 siang, dan sampai desa jam 3 sore. Selain jauh, jalan terjal dan jurang banyak kami lewati untuk mencapai desa ini. Goncangan dalam mobil akibat jalan yang rusak dan berbatuan juga tidak dapat dihindari. Tapi semua terbalaskan ketika memasuki wilayah Nagawutung. Meskipun dikelilingi oleh jurang namun di bawah jurang itu ada pantai dan pemandangan yang sangat indah. sayangnya, pemandangan ini hanya bisa dinikmati tidak bisa dibawa pulang hehe.

Pertama sampai di desa, kami disambut hangat oleh Mama desa dan 3 anaknya, Bapa desa "Eduardus Blawa" belum datang karena masih dalam perjalanan ke Lewoleba. SPV gue harus kembali ke Lewoleba karena harus mendampingi tim leader untuk FGD tingkat kabupaten. 
Kantor Kepala Desa Lusiduwutun
setelah menunggu agak lama, akhirnya bapa desa datang. Ya bener kata orang-orang, bapa desa ini masih muda dan sangat bersemangat. Setelah ngobrol sebentar, kami diajak jalan-jalan keliling desa dan diperkenalkan kepada penduduk yang rumahnya kami lewati. Bapa desa juga cerita bahwa tidak ada program pemerintah yang masuk di desa ini. Desa ini memang sangat jauh dan terisolir dari dunia luar. Oto atau mobil pun baru bisa masuk baru-baru ini, sebelumnya harus berjalan kaki jika ingin ke kota Lewoleba atau naik sampan.

Gereja di Lusiduwawutun
Tapi yang gue heran desa ini bersih, indah, penataannya juga baik serta air pipa pun sudah masuk ke masing-masing rumah warga. Ternyata ini semua berkat semangat dari warga desa sendiri dan dorongan dari bapa desa. Mereka bersama-sama membuka jalan ke desa, lalu dengan swadaya masyarakat, bersama-sama mulai membangun jalan dan memperbaikinya. selanjutnya bersama warga pula membangun pipa untuk mengalirkan air dari bak diatas bukit agar bisa digunakan oleh warga di setiap rumah. Dan yang bikin gue dan tim takjub adalah ternyata desa ini memenangkan kejuaran antar desa sampai tingkat provinsi 3x berturut-turut atas kebersihan, infrastruktur yang baik, administrasi yang rapi dan baik, "tanpa adanya campur tangan pemerintah". Hal ini menurut gue keren banget, salut! karena gue yakin komplek rumah gue aja kesadaran dan partisipasi masyarkatnya gak bakal  kayak di desa ini.

Setelah keliling desa, bapa desa mengajak gue dan temen gue ke gua maria. (awalnya gue berpikir goa maria ini terbentuk karena suatu kejadian ternyata goa ini mank goa yang kemudian diletakan patung bunda maria). okay berikut penampakan goa maria tersebut. Menurut gue, goa ini sudah rapih dan tinggal diperkenalkan ke dunia luar, sepertinya sudah bisa jadi objek wisata. Dengan catatan, infrastruktur atau jalan dari kota menuju desa telah diperbaiki. Goa maria ini depannya langsung menghadap ke pantai selatan. sebelum menuju goa maria, terdapat batu besar yang memiliki nilai sejarah. konon katanya jika ada yang melempar batu ke arah batu tersebut maka air laut akan pasang dan banjir bisa terjadi di desa ini.

Goa Maria 
Goa terdapat diatas, untuk menuju ke atas warga desa telah membangun tangga dari bebatuan untuk memudahkan  akses masuk goa maria.
Ki-Ka: Ganny (anak bapa desa), teman gue dan  gue.
Patung Yesus diletakan diatas batu.  menurut bapa desa, patung tersebut terjatuh dari salib  akibat angin kencang dan belum sempat diperbaiki



Setelah dari goa maria, akhirnya gue dan teman gue bisa menikmati pemandangan sunset yang indah banget di pinggir pantai selatan Lembata. ALhamdulillah dan Subhanallah bgt deh.. :D perasaan di Jawa gak seindah ini? apa karena belum dikunjungi oleh wisatawan, pantai ini terlihat indah bgt :)
Detik-detik menjelang sunset
sunset di pantai Lusiduwawutun, ada yang gak setuju ini pantai gak indah?
Malam hari, gue dan teman gw makan ikan, seperti biasa.  Hanya yang berbeda, malam ini kami (tim dan keluarga bapa desa) mendengarkan lagu-lagu orang Flores, seperti Maumere, Lembata dan Larantuka.  gue sedikit demi sedikit belajar bahasa mereka, karena lagu yang diputar di DVD ada teksnya. perlu diketahui bahwa desa Lusiduwawutun adalah desa yang belum memiliki penerangan. PLTD belum masuk desa ini, PLTN? jangan tanya deh, susah untuk menjangkau desa ini. tapi rumah bapa desa dan sebagian rumah warga inisiatif memiliki penerangan dengan solarize ataupun  dengan jenset.  yang paling gue inget adalah, bapa desa sengaja mengambil solar dari motornya agar malam hari penerangan di rumahnya bisa menyala sampai pagi.  Padahal gue dan temen gue  sudah mulai terbiasa tidur tanpa penerangan sedikitpun.

Keesokan harinya, gue dan temen gue mulai melakukan wawancara. teknis dan pelaksanaanya masih sama seperti desa sebelumnya. seperti biasa karena badan gue kecil 'jadi dianggap lemah', teman gue selalu ambil alih untuk medan/jalan yang sulit, mendaki dan terjal. karena fisik dia lebih besar jadi pastinya jauh lebih kuat dari gue. Gue sih senang-senang aja secara gue jadi lebih santai dan tidak capek haha.  waktu wawancara selesai lebih cepat karena ada beberapa pertanyaan di kuesioner yang tidak relevan tidak ditanyakan di desa ini, jadi dilewatkan pertanyaan-pertanyaan tersebut.


Wawancara di desa ini dilakukan di 4 dusun, dan dusun terakhir adalah dusun 4, dimana letak dusun 4 berada jauh dari dusun 1-3. kalo diliat dari kondisi geografisnya, dusun 4 seperti desa terpisah dari desa Lusiduwutun. untuk mencapai dusun 4 harus melalui hutan, ladang dan jurang yang terjal. jika mengendarai motor sekitar 10 menit bisa sampai ke dusun 4. salah satu penduduk desa mengatakan bahwa "kami biasa jalan kaki, kira-kira 15 menit perjalanan kami". gue berfikir kyana klo gue yang jalan pasti setengah jam perjalanan atau bahkan 45 menit. 



Kamar mandi mamak tua, dengan fasilitas wc jongkok.
satu-satunya warga yang memiliki fasilitas ini.
lantai kamar mandi pun keramik dan bangunan tertutup.
Sesampainya di dusun 4, (gue yg datang pertama, karena gue dianggap lemah jd disuruh sm tim gue naik motor bersama bapa desa.) ternyata sambutan mereka sangat baik. sama seperti di dusun sebelumnya. Ada yang menarik saat gue wawancara, gue mendapatkan responden seorang mamak tua, usia 70an. tinggal sendiri di atas bukit. namun untuk fasilitas air bersih, wc dan cuci tangan sudah ada. Ternyata anak mamak tua ini adalah seorang pastor di Jakarta dan anak yang satu lagi merantau di Malaysia. Pastas saja fasilitas dan rumah mamak tua ini tersedia dan cukup baik. Salut, dengan usia 70 thn mamak tua ini berani tinggal sendiri di rumah yang terpisah dari warga lainnya. 

setelah akhir wawancara kami makan siang bersama warga.  mereka menyuguhkan menu yang sangat banyak, namun yang menarik perhatian gue dan temen gue adalah ikan laut dan kobor (sejenis kerang). dan gue sepertinya kalap melihat dua menu tersebut. 



Inilah yang namanya Kobor "kerang di pantai selatan "Lusiduwawutun"

suasana makan malam dan pesta perpisahan, warga belum semua hadir

Tari adat "dolo-dolo"
Hal yang paling berkesan di desa ini adalah saat malam terakhir kami menginap. dimana, ternyata diadakan pesta perpisahan kepada kami. disana kami makan malam bersama, bernyanyi, menari tarian adat dolo-dolo, berpantun dan bercerita bersama. Benar-benar pengalaman yang paling mengesankan bagi gue dan tim. Malam itu gue diajak dan diajarkan menari oleh mamak tua dan bapa tua, sampai cape rasanya menari bersama mereka. benar-benar pengalaman yang tidak akan pernah gue lupakan seumur hidup gue.. diakhir acara pesta perpisahan salah satu mamak yang ngajak gue menari dan selalu pegang tangan gue bilang "saya doakan semoga nona sehat dan selamat sampai rumah" gue Amin-in dengan keras. " dan semoga nona bisa kembali lagi ke tanah Flores ini, tanah Lembata" dan gw hanya nyengir. ternyata doa mama itu terkabul.  Bulan Mei tahun 2012 akhirnya gue kembali ke tanah Flores, kab Lembata. Untuk studi sanitasi dengan proyek yang berbeda. jadi tidak sabar kejutan dan pengalaman apa yang dapat diambil dari perjalanan selanjutnya.
Salah satu pulau kecil yang ada di dusun 4 Desa Lusiduwawutun



Lusiduwawutun desa terujung di Kabupaten Lembata, desa dengan penduduk yang sangat ramah dan baik.  Meskipun sempat terisolir karena jauh dari kota, namun desa ini mampu membuktikan bahwa mereka memiliki administratif yang baik dan pembangunan infrastruktur yang baik. semua tak lepas dari dukungan kepala desa dan sifat "gemohing" atau gotong royong warga. semangat yang tinggi untuk maju dan berubah membuat desa ini benar-benar berkesan bagi kami. semoga desa Lusiduwawutun semakin maju dan berkembang serta warganya selalu memiliki sifat yang baik dan ramah. seperti padi yang kian berisi kian menunduk. 


Terimakasih bapa dan mamak warga desa Lusiduwawutun, atas keramahan dan kebaikannya. dan semua kenangan serta pengalaman yang kalian berikan. Kami pasti tidak akan melupakan kalian semua. 

gue bersama tim dan keluarga bapa desa Lusiduwawutun


Bekasi, 25 Januari 2013
In My Office
03:04 PM
#CatatanPerjalananLesti  yang tertunda
Lesti Primandari Putri















No comments:

Post a Comment